Aceh Jaya, Aceh – Mitrapolri.com |
Di balik dinding sebuah rumah sederhana di Krueng Sabee, seorang anak perempuan berusia 12 tahun duduk terpaku dalam diam. Matanya kosong, suaranya tenggelam, dan senyumnya yang dulu begitu mudah muncul kini hilang entah ke mana.
Namanya Alisya Bilqis. Seorang siswi kelas enam SD Negeri 6 Paya Seumantok, yang kini harus belajar mengenal kata “trauma” lebih dulu dari pada “mimpi.”
Hari itu, 24 Februari 2025, bukan hari yang biasa. Di dalam lingkungan sekolah—tempat yang seharusnya menjadi ruang tumbuh yang aman, Alisya diduga menjadi korban kekerasan fisik oleh seorang perempuan berinisial NH (35 tahun).
Peristiwa ini tak hanya melukai tubuh mungil Alisya, tetapi juga merobek perasaan orang tuanya dan mencabik rasa keadilan yang selama ini mereka percaya masih ada.
Satu hari setelah kejadian, laporan resmi dilayangkan ke Polres Aceh Jaya dengan nomor LP/B/10/11/2025/SPKT/POLRES ACEH JAYA/POLDA ACEH. Alisya telah menjalani visum di RSUD Teuku Umar. Pemeriksaan psikologi yang dilakukan oleh Dr. Endang menunjukkan hasil yang memilukan: trauma berat.
- BACA JUGA : Warga Nagan Raya Keluhkan Bus Sekolah Jurusan Simpang Peut-Jeuram Jarang Beroperasi
- BACA JUGA : 2.848 KK di Sabang Terima Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah
- BACA JUGA : Kapolri Tinjau Bazar Kreasi Bhayangkari Nusantara 2025, Dorong Pertumbuhan UMKM
Direktur Utama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dan Keadilan Aceh (YLBH-AKA), Hamdani Mustika, M.H., angkat bicara.
Dalam nada tenang namun sarat emosi, ia mengatakan, “Anak ini tak butuh simpati semata. Ia butuh keadilan. Butuh perlindungan. Butuh negara hadir, bukan hanya diam,” katanya, Rabu 30 Juli 2025.
YLBH-AKA mendesak aparat penegak hukum agar bertindak tegas, tidak setengah hati.
“Kami menuntut pelaku dijerat dengan Pasal 80 ayat 1 dan 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Jangan biarkan sekolah menjadi ruang yang menakutkan bagi anak-anak,” tegas Hamdani.
Sementara orang tua Alisya hanya mampu berharap dalam doa. Bahwa hukum akan berdiri untuk membela yang lemah. Bahwa luka batin anak mereka tidak sia-sia. Dan bahwa suatu hari, Alisya bisa tersenyum lagi tanpa ketakutan, tanpa beban.
(T. Ridwan, SH)