Bandung, Jabar – Mitrapolri.com |
Organisasi kemasyarakatan tumbuh subur di Indonesia karena memiliki landasan konstitusi terkait dengan kebebasan berserikat dan berkumpul. Namun terkadang muncul perpecahan akibat minimnya rasa saling menghormati, empati, kebersamaan dan jiwa korsa. Untuk itulah banyak organisasi yang membuat program untuk menumbuhkan jiwa korsa yang kuat “, ujar Motivator Dede Farhan Aulawi di Bandung, Sabtu 23/8/2025.
Menurutnya, membangun jiwa korsa adalah upaya menumbuhkan rasa kebersamaan, solidaritas, dan loyalitas dalam suatu kelompok atau organisasi, terutama dalam konteks organisasi yang mengedepankan kerja tim dan kedisiplinan tinggi. Hal tersebut ia sampaikan saat menanggapi pertanyaan tentang jiwa korsa dari awak media.
Pada kesenpatan tersebut, iapun menjelaskan bahwa jiwa korsa berasal dari bahasa Belanda “corpsgeest” yang berarti semangat korps atau esprit de corps dalam bahasa Prancis.
“Jiwa korsa secara umum menggambarkan rasa solidaritas yang kuat antar anggota kelompok, kesetiaan terhadap kelompok atau satuan, kebanggaan terhadap identitas kelompok, dan pengorbanan demi kepentingan tim”, imbuhnya.
- BACA JUGA : Pemko Sabang Usulkan 794 Tenaga Non ASN Menjadi PPPK Paruh Waktu
- BACA JUGA : Sidang Praperadilan Penetapan Tersangka Kasus Laka Air di Muara Teweh Ditolak Hakim
- BACA JUGA : Universitas Bakrie Gelar PkM Beri 3 Jenis Pelatihan di Pengrajin Batik Galleries Abata
Sekanjutnya, Dede juga menjelaskan cara membangun Jiwa Korsa yang efektif, yaitu :
1. Pelatihan dan Pembinaan Bersama
– Melalui latihan fisik atau mental bersama, anggota kelompok merasakan suka-duka bersama.
2. Menanamkan Nilai dan Tujuan Bersama
– Memahami visi, misi, dan nilai organisasi menjadikan anggota merasa menjadi bagian penting dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya.
3. Kepemimpinan yang Inspiratif
– Pemimpin harus menjadi teladan dalam solidaritas, kerja keras, dan pengorbanan.
– Kepemimpinan yang adil dan konsisten memperkuat kepercayaan dalam tim.
4. Penghargaan dan Pengakuan
– Memberi apresiasi terhadap kontribusi individu maupun tim memotivasi untuk terus kompak dan loyal.
5. Mengatasi Konflik Secara Adil
– Jiwa korsa bukan berarti menutup-nutupi kesalahan, tapi bagaimana menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat dan membangun.
6. Budaya Organisasi yang Positif
– Suasana kerja yang mendukung, komunikatif, dan inklusif memperkuat rasa memiliki terhadap kelompok.
” Jiwa korsa yang sehat tidak berarti loyalitas buta. Dalam beberapa kasus, jiwa korsa disalahartikan sebagai pembenaran untuk menutupi kesalahan anggota kelompok. Maka penting membedakan antara jiwa korsa yang etis dan bertanggung jawab, dengan jiwa korsa yang melindungi pelanggaran atau penyimpangan”, pungkasnya.
(4n5)