Gowa, Sulsel – Mitrapolri.com |
Kisah memilukan dialami seorang balita bernama Muhammad Al Yusril (2), warga Desa Barembeng, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Meski telah dinyatakan sembuh oleh dokter, ia diduga tak bisa pulang dari Rumah Sakit Syekh Yusuf Gowa hanya karena keluarganya belum mampu melunasi biaya perawatan sekitar Rp3.000.000.
Padahal, keluarga Al Yusril diketahui merupakan keluarga tidak mampu dan telah mengantongi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) serta berhak atas Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun masalah administrasi membuat statusnya tetap dikategorikan sebagai pasien umum, sehingga memunculkan biaya perawatan yang tidak sanggup ditanggung keluarga.
LBH Sangat Prihatin: “Jangan Jadikan Pasien Objek Penagihan!”
Laporan keluarga ini langsung mendapat respons dari LBH Suara Panrita Keadilan. Ketua Umum LBH, yang juga Advokat PERADMI, Djaya Jumain, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kasus ini.
Menurutnya, rumah sakit seharusnya mengedepankan nilai kemanusiaan dan mempertimbangkan kondisi ekonomi keluarga, bukan menjadikan pasien sebagai korban administrasi.
“Ini sangat disayangkan. Pasien dari keluarga tidak mampu tidak boleh diperlakukan seolah-olah barang sitaan. Dengan SKTM dan KIS yang telah dimiliki, seharusnya ada kebijakan yang lebih manusiawi,” tegas Djaya.
LBH Suara Panrita Keadilan berkomitmen memberikan pendampingan hukum penuh kepada keluarga Al Yusril, termasuk berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, Dinas Sosial, hingga instansi pemerintah terkait.
- BACA JUGA : Ketua IPSI Kota Sabang, Agus Halim Melakukan Prosesi Pelepasan Kontingen Pencak Silat Kota Sabang Menuju Kabupaten Bener Meriah
- BACA JUGA : PERADMI Perkuat Marwah Profesi: Moral, Etika, dan Profesionalisme Jadi Nafas Organisasi
- BACA JUGA : Delegasi 170 Kampus Serbu Makassar, Unhas Matangkan Kesiapan Akbar PIMNAS 2025
Penjelasan Direktur RS: Tidak Menahan, Tapi Ada Proses Administratif
Menanggapi isu penahanan pasien, Direktur RS Syekh Yusuf Gowa, Dr. Gaffar, memberikan klarifikasi melalui pesan WhatsApp.
Ia menjelaskan bahwa sejak awal, pihaknya telah memberikan atensi kepada pasien dan berupaya mengurus kepesertaan KIS. Kendala utama adalah Al Yusril belum memiliki NIK, sehingga proses aktivasi KIS tertunda hingga hari keempat perawatan.
Dr. Gaffar menegaskan bahwa pihak rumah sakit tidak bermaksud menahan pasien, tetapi mengikuti prosedur sembari tetap mencari solusi, termasuk komunikasi dengan Dinsos Gowa dan BAZNAS untuk kemungkinan bantuan.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan dan menegaskan komitmen RSUD untuk memperbaiki layanan serta membuka ruang kritik.
LBH: Hak Pasien Harus Dijamin, Administrasi Jangan Jadi Penghalang
Meski rumah sakit menyampaikan klarifikasi, LBH tetap menegaskan bahwa hak pasien, terutama dari keluarga kurang mampu, harus dijamin tanpa menunggu berlarut dalam masalah administrasi.
Kasus seperti ini, menurut LBH, dapat mencederai kepercayaan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan publik apabila aspek kemanusiaan tidak menjadi prioritas.
(Aris, S.H)




