OKI, Sumsel – Mitrapolri.com
Suasana Tim Pusat Kajian Sejarah Sumsel (Puskass) terdiri dari Sejarawan Unsri Dr. Dedi Irwanto, budayawan Sumatera Selatan (Sumsel) Vebri Al-Lintani, Sejarawan UIN Raden Fatah Kemas A. Panji, Geografer Sumsel dari Universitas PGRI Palembang Giyanto M.Sc., dan youtuber beken Mang Dayat mencoba datang makam Puyang Sekampung, Senin (27/12).(BP/IST).
Pedamaran salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) memiliki pesona tersembunyi dalam bentuk wisata religi dan sejarah.
Wisata religi ini adalah makam Puyang Sekampung yang bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit perjalanan dari Kecamatan Pedamaran dengan menaiki perahu ketek.
Oleh sebabnya, tim Pusat Kajian Sejarah Sumsel (Puskass) terdiri dari Sejarawan Unsri Dr. Dedi Irwanto, budayawan Sumatera Selatan (Sumsel) Vebri Al-Lintani, Sejarawan UIN Raden Fatah Kemas A. Panji, Geografer Sumsel dari Universitas PGRI Palembang Giyanto M.Sc., dan youtuber beken Mang Dayat mencoba datang makam Puyang Sekampung, Senin (27/12).
Rombongan ini ditemani oleh para reunian SDN 8 Pedamaran angkatan 87. Keberadaan makam Puyang Sekampung ini juga memiliki nilai historis, bukan saja bagi Kabupaten OKI namun juga bagi Sumatera Selatan.
“Nilai sejarah tersebut disebabkan Puyang Sekampung merupakan makam tokoh Syekh Syarief Hussein Hidayatullah tokoh ulama besar dan penyebar Islam awal di Sumatera Selatan. Beliau adalah rombongan dari Syayid Ali Rahmatullah bersama ayahnya Ibrahim Al-Samarkandi dan murid kesayangannya, Syekh Syarief Hussein Hidayatullah yang menetap di Champa. Rombongan ini memiliki misi khusus untuk meng-Islamkan tanah Jawa. Namun sebelum ke tanah Jawa, mereka pergi ke Palembang untuk meng-Islamkan penguasa Palembang, Ario Damar”, kata Dr. Dedi Irwanto dosen Unsri asli Pedamaran.
Setelah Ario Damar di-Islamkan, maka Syayid Ali Rahmatullah melanjutkan perjalanan ke Jawa dan dikenal sebagai salah satu dari wali songo penyebar Islam di Jawa, yakni, Raden Rahmat atau Sunan Ampel.
“Sedangkan ayahnya di Jawa dikenal sebagai Syekh Maulana Ibrohim Asmoroqondi tokoh sentral penyebar Islam di Jawa”, timpal Vebri Al-Lintani.
Sepeninggal Sunan Ampel dan ayahnya Ibrahim Asmoro ini. Mereka menitipkan ke-Islaman Ario Damar yang sudah berganti menjadi Ario Abdillah atau Ario Dillah ini ke Syekh Syarief Hussein Hidayatullah.
- BACA JUGA : Polda Sumsel bersama Polrestabes dan Polres Jajaran Terus Melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika di Wilayah Masing-masing
- BACA JUGA : Akan Bertemu di Batam 2 Kader Golkar Ini, Gubernur Kepri dan Ketum FRN, Dalam Rangka Apa Ya?
- BACA JUGA : Perguruan Silet Siwah Busoe, Muay Thai Busoe dan Kurash Busoe Adakan Halal Bi Halal Sekaligus Pembagian Medali World Best Second Winner
Dan ia juga melebarkan sayap penyebaran Islam ke daerah uluan. Serta bermukim di Pulau Sekampung, Pedamaran sambil membuka padepokan.
“Bahkan padepokannya pernah dikunjungi Syekh Siti Jenar untuk belajar sufi”, tambah Kemas A. Panji.
Menurut Vebri Al-Lintani, sangat disayangkan jika Pemkab OKI tidak peduli dan secepatnya menjadikan makam ini sebagai BCB karena periode Islamisasi Puyang Sekampung ini justru semasa Ario Damar sebelum masa Kesultanan Palembang.
Artinya, menurutnya Pemkab OKI bisa bangga jika Islam di OKI sudah berkembang cukup lama dan sangat awal sebelum Jawa ketika Sunan Ampe menjadi salah satu wali songo di sana.
Lebih lanjut menurutnya, kajian baik untuk publikasi atau naskah akademik tentang puyang ini sangat layak dan tidak sulit dilakukan Pemkab OKI.
“Zaman dulu, sekitar tahun 70-90-an, waktu kami masih kecil, biasa orang-orang tua kami melakukan ziarah ke makan Puyang Sekampung ini. Biasanya orang-orang tua kami berziarah ke sini dulunya untuk membayar nazar,” ucap Lenny Faradillah, salah satu rombangan Alumni SDN 8 Pedamaran yang menjadi pengusaha katering perantau sukses di Jakarta.
Nazar ini dilakukan contohnya ketika anaknya ikut tes TNI. Apa karena kebetulan atau memang makbul.
Niat dan doa untuk anaknya lulus tes ini terkabul. Maka kemudian para orang-orang tua biasanya pergi ke Puyang Sekampung sambil membawa serta sanak saudara dan jiron tetangga untuk membayar nazar.
“Sambil sedekah memotong ayam atau kambing dua ekor dengan membaca Al-Qur’an atau Yasin serta memanjatkan do’a syukur kepada Allah SWT di makam karomah Puyang Sekampung”, ujar Lenny.
Sedangkan M. Erianto, salah satu pengusaha besar ikan hias di Jakarta dan alumni SDN 8, menilai makam bagi masyarakat Pedamaran merupakan sebuah tradisi.
Karena ziarah mengunjungi makan orang tua dan sanak saudara biasanya bersamaan dengan acara pulang kampung. Selain silahturami temu kangen dengan teman dan keluarga, yang pertama dilakukan perantau adalah mengunjungi kuburan orang tua.
“Iya di masa sekarang ada keinginan kuat bagi kita di perantauan. Moment pulang kampung ini untuk ziarah religi tidak saja ke makam keluarga juga mengajak anak-anak ke Puyang Sekampung ini. Kita kesini sebenarnya bukan lagi seperti masa dulu. Berpintah yang aneh-aneh,namun ziarah kubur ulama ini lebih pada ziarah leluhur untuk mengingatkan anak-anak kami yang besar diperantauakan tanah asalnya sekaligus wisata religi. Kami minta nian supaya tradisi ini tetap dijaga oleh kita semua”, kata M. Erianto.
Sedangkan Geograper Sumsel, Giyanto melihat pemandangan yang sangat menakjubkan.
Mulai dari berperahu motor ketek dengan melewati sungai. Keberadaan Danau Air Itam serta jejak nelayan besar dari mencari ikan memakai alat tangkap ramai bersama yang disebut ngesar.
“Coba misalnya kita berfoto selfie dengan latar belakang Sungai Babatan dari atas perahu. Maka view yang ditawarkan sangat luar biasa bagusnya dan tidak terdapat ditempat mana pun. Ini potensi wisata yang luar biasa milik OKI,” katanya.
Namun sangat disayangkan, objek wisata religi dan alam yang begitu indah dan berpotensial ini seolah ditelantarkan dan disia-siakan Pemkab OKI.
“Iya, rasanya Pemkab OKI harus jeli dan membuka mata lebar-lebar agar makam Puyang Sekampung ini dijadikan sebagai ikon objek wisata unggulan dan destinasi wisata yang harusnya dipromosikan besar-besaran. Sayang jika makam bersejarah dan berpotensi ini kurang dijamah. Kalau seandainya belum mendatang uang bagi PAD OKI, maka penjagaan tradisi warisan budaya tak benda dalam wisata religi itu perlu dilestarikan,” katanya.
Apalagi menurutnya masyarakat Pedamaran ini merupakan perantau. Maka menjaga asal leluhur menjadi penting untuk dilestarikan oleh pemerintah daerah.
“Kalau tidak situs ini akan hilang ditelan zaman. Apalagi dulu pernah ada usaha pembakaran oleh oknum tidak bertanggung jawab. Oleh sebabnya, imbau kami Pemkab OKI melalui dinas terkait harus cepat menjadikannya sebagai ikon wisata religi dan BCB. Kami dari Unsri dan perguruan tinggi lain serta lembaga kebudayaan di Sumsel siap membantu sepenuhnya”, ucap Dr. Dedi Irwanto.
Liputan : M. TAHAN