BANGKA BELITUNG – MITRAPOLRI.COM
Terjadinya aktivitas penambangan ilegal yang di lakukan oleh masyarakat Bangka di laut matras di picu oleh pihak pemegang IUP yaitu PT TIMAH TBK. Dikarenakan lama mengeluarkan izin perintah kerja (SPK).
Lama nya PT Timah mengeluarkan SPK di karena kan pihak PT Timah pilih pilih mitra kerjanya.
Saat awak media konfirmasi ke salah satu mitra PT Timah yang berinisial AT, mengatakan, “Benar pak, kami mengajukan SPK untuk PIP kerja di laut matras. Tapi makin rumit, malahan pihak PT timah pilih pilih mitra nya, makin di persulit”, ujarnya.
Masih dengan Narsum, sama mengatakan, “Aok semue CV yang dapat di wilayah matras disosialisasi bersama di Polres. Kemudian dilokasi matras dengan masyarakat. Kemarin habis dari kantor batu rusa selesai melengkapi berkas pengajuan silo SPK. Habis dari situ di suruh pihak PT Timah sowan ke Polres untuk pemberitahuan CV yang kita ajukan bakal kerja di wilayah matras. Sebenernya lucu untuk penundaan SPK, sedangkan yang liar merajalela menambang di IUP timah dan PT Timah pun kesannya membiarkan. Kalau untuk sosialisasi dengan warga matras kita sudah pernah dokumentasi pun Ade dan dihadiri perangkat lingkungan berikut lurah”, ujarnya.
Berdasarkan pantauan awak media terkait kegiatan tambang ilegal diseputaran Laut Matras, Laut Muara Nelayan Sungailiat, dan Laut Rebo adalah akibat lambat respon nya pihak Pemilik IUP yaitu PT. Timah Tbk dalam memberikan SPK kepada penambang.
Terutama SPK dengan sistem Ponton Isap Produksi atau PIP. Ditambah lagi persyaratan untuk pengajuan SPK yang syaratnya lumayan memberatkan bagi sebagian CV atau perusahaan tambang yang tadinya adalah mitra plat merah tersebut.
Salah satu contoh:
1. Penerapan kemitraan dengan harus adanya PJO yang bersertifikat POP dari kementrian.
2. Harus adanya Surat Izin Jasa Penambangan (SIUJP) yang selama ini memang tidak diberlakukan.
3. Pengajuan berkas SPK ponton isap produksi (PIP) ke UPLB harus juga melapor ke pihak Polres setempat.
Apakah aturan tersebut di buat oleh pihak PT. TIMAH sesuai SOP atau sengaja untuk mempersulit mitra kerjanya?
- BACA JUGA : Pendaftaran Akpol dan Bintara Polri Tahun 2022 Dibuka, Ini Syarat Pendaftarannya
- BACA JUGA : Puasa Ke-6, Muspika Lapang lakukan kunjungan ke Gampong Lueng Baroe dan Gampong Meunasah Keude Lapang
- BACA JUGA : Jelang Berbuka Puasa, Personel Polres Lhokseumawe Urai Kemacetan di Sejumlah Persimpangan
Di ketahui SPK tersebut hanya berupa Jasa Borongan PIP dan sekarang dengan sistem Imbal Jasa Pertambangan, yang artinya bukan lagi kompensasi yang diberlakukan untuk pembayaran bijih timah tetapi sudah di anggap jual beli bijih timah didalam penerapan kegiatan penambangan dalam IUP nya sendiri.
Apakah ini juga salah satu faktor lambatnya pihak PT timah mengeluarkan SPK dan tentunya persyaratan tersebut harus pengusaha pengusaha tambang besar yang bisa bermain di SPK. Pengusaha pengusaha menengah kebawah tidak bisa.
Penelusuran tim dilapangan pun ada semacam bagi bagi kuota PIP dengan nama nama CV tertentu .
Contohnya?
Dilaut Matras menurut keterangan beberapa pihak ada CV.JM, CV.BIM, CV.SDM dan Koperasi Nelayan. Namun dalam prakteknya hanya ada 1 CV yang memonopoli wilayah laut matras yaitu CV Jaya mandiri yang mengklim sudah Ber SPK Dan sudah mendapat dukungan masyarakat dengan beberapa Pokja yaitu pokja matras dan bedeng akeh.
Demikian pula di muara Nelayan ada beberapa CV yang mengklaim ada SPK namun kenyataannya dilapangan semua berjalan dengan koordinasi dan harga beli timah sangat rendah seperti SPK.
Tentunya dengan kegiatan penambangan Ilegal yang seolah olah dibiarkan dan lambatnya pemberian legalitas jelas ada indikasi PT Timah selaku pemilik IUP merelakan kalo asetnya dicuri dengan kegiatan tambang ilegal tersebut.
Banyak masyarakat mengeluhkan harga dan juga masalah kondusifitas terkait kegiatan mereka menambang.
Dan sebagian masyarakat mengharapkan agar segerala PT Timah memberikan legalitas kepada penambang dan menyesuaikan harga beli bijih timah yang selama ini jomplang jauh dengan harga logam dunia yang cukup baik.
Kegiatan ilegal dimatras seolah mencerminkan bagaimana raut wajah pengelolaan tambang rakyat dibabel ini sangat amburadul ditambah lagi ketegasan pihak penegakan hukum lemah dan tidak adanya kepastian legalitas dari pemilik IUP seolah menjadi sesuatu yang fatamorgana akan adanya kepentingan segelintir orang dan kelompok atau mungkin ada pembusukan yang terjadi di internal PT Timah Tbk sendiri
Melihat hasil produksi perusahaan Plat merah ini pada tahun 2021 hanya sebesar 25.000 ton. Jangan terjadi monopoli perusahaan besar dan kurangnya keberpihakan kemasyarakat kecil yang secara langsung jelas mengharapkan adanya kepastian dan aman saat menambang.
Saat awak media minta konfirmasi melalui pesan singka WA kepada humas, Dirop, Kabid PTP PT Timah Tbk.
Liputan : REDI SOFIAN