Kupang, NTT – Mitrapolri.com
Ilmu Kedokteran Forensik, disebut juga Ilmu Kedokteran Kehakiman atau Yurisprudensi Medis, ini merupakan salah satu disiplin ilmu dan materi wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia. Peraturan perundang – undangan mewajibkan setiap dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis forensik, spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik.
Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan sekadar common sense, nonscientific belaka.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabidokkes) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah, Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM, Sp.F mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan forensik memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengungkapan fakta dari suatu peristiwa tindak pidana.
Hal tersebut disampaikannya saat wawancara Dialog Presisi dengan TV Polri pada Kamis (21/07/2022) malam.
Dalam wawancara tersebut, Polwan pertama di Asia yang bergelar Doktor Forensik tersebut menerangkan bahwa hasil forensik menjadi keterangan ilmiah yang paling ditunggu dalam sistem peradilan pidana.
“Terutama hasil yang menentukan waktu kematian korban, karena berhubungan dengan kesesuaian alibi saksi maupun tersangka. Dan juga penyebab dari kematian korban dapat digunakan oleh hakim di pengadilan untuk menjatuhkan vonis terhadap terdakwa,” ungkapnya.
Secara umum dokter Hastry menjelaskan bahwa dalam suatu sistem peradilan, peran kedokteran forensik adalah menggunakan metode dan pendekatan ilmiah untuk membuat terang suatu tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh manusia baik yang masih hidup maupun sudah mati. Terutama menentukan penyebab kematian korban yang diduga tidak wajar akibat suatu tindak pidana.
“Hasil ilmiah dari pengujian forensik akan menentukan penyebab kematian korban, apakah bunuh diri, akibat dibunuh atau karena kecelakaan,” kata Mantan Tim Eksekusi Terpidana Mati Nusakambangan itu.
Dijelaskan pula bahwa proses penanganan jenazah yang diduga meninggal karena tidak wajar oleh tim dokter forensik tentunya melalui suatu prosedur yang telah ditetapkan. Di Indonesia bahkan seluruh dunia prosedur tersebut pastinya sama.
- BACA JUGA : Pengurus GNPK-RI Cabang Kecamatan Bulakamba Dilantik
- BACA JUGA : Kodim 0712/Tegal Dukung Ketahanan Pangan
- BACA JUGA : Kapolsek Sidikalang Kota Berikan Bantuan Kepada Korban Kebakaran di Desa Bintang Mersada
Dokter Hastry menguraikan bahwa proses otopsi terhadap suatu jenazah dilakukan berdasarkan adanya permintaan dari penyidik yang menangani suatu kasus dugaan tindak pidana kepada tim kedokteran forensik.
Secara spesifik disebutkan, permintaan tersebut adalah untuk melakukan suatu proses otopsi terhadap jenazah guna mengetahui waktu ataupun penyebab kematiannya.
Berdasarkan permintaan tersebut, sebagai langkah awal tim dokter forensik di rumah sakit akan mencatat jenazah yang diterima dan melakukan dokumentasi terhadap kondisi fisik awal jenazah tersebut.
“Setelah itu tim kedokteran forensik kemudian melakukan serangkaian tindakan penelitian secara ilmiah terhadap jenazah baik pemeriksaan luar maupun kondisi fisik di dalam tubuh jenazah,” jelasnya.
Hasil penelitian tersebut kemudian dapat digunakan untuk menentukan penyebab kematian serta waktu kematian korban yang tentunya untuk membuktikan apakah ada kesesuaian antara keterangan alibi dari saksi maupun tersangka dengan hasil forensik yang didapatkan.
“Ini membuat hasil penelitian forensik menjadi sangat penting dalam menentukan hasil penyidikan suatu perkara pidana. Oleh karena itu, Tim Kedokteran Forensik dalam bekerja memburu waktu kematian korban,” ucap Mantan Kabidokes Polda NTB itu.
Dengan mengetahui waktu kematian korban, akan memudahkan petugas dalam menentukan dan memeriksa saksi mata yang mengetahui atau berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada kurun waktu kematian korban tersebut.
Selain itu, hasil pemeriksaan forensik juga akan mengetahui penyebab dari kematian korban apakah karena benda tumpul, luka akibat benda tajam, karena diracun atau karena sakit yang dideritanya.
“Jadi korban ini matinya seketika karena perkenaan dengan benda tumpul atau benda tajam tadi, atau karena rasa sakit yang dideritanya akibat perkenaan dengan benda – benda tersebut. Hal ini akan menentukan pula keputusan hakim di pengadilan dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa,” tutup Kabidokkes Polda Jateng.
Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan.
(MEYDI SIMON LEGIFANI)