Medan, Sumut – Mitrapolri.com |
Perjalanan panjang mencari keadilan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Prof. Zainul Fuad, MA, Ph.D, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek Rehabilitasi Pagar dan Pembuatan Gapura Kampus IV Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), semakin mendekati babak akhir.
Fakta-fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa banyak unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Bahkan, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Dr Panca Sarjana Putra, SH, MH, Ahli Hukum Pidana yang memberikan keterangan ahli di persidangan pada Kamis (21/11/2024), menyatakan bahwa unsur penyalahgunaan kewenangan yang didakwakan kepada Prof. Fuad tidak terpenuhi.
Sebagai PPK, Prof. Fuad hanya menjalankan fungsi administratif, seperti menandatangani dokumen kontrak, menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK), dan mengawasi pelaksanaan kontrak secara prosedural.
Begitu juga dengan Drs. Edi Usman, ST, MT, sebagai Ahli Pengadaan dan Konstruksi dari Politeknik Negeri Medan, juga telah memberikan keterangan di depan persidangan pada Kamis (21/11/2024), bahwa roh dari dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa, terdapat prinsip pertanggungjawaban dalam batas kewenangan, itulah sebabnya rezim Perpres 2018 ini memisahkan perencanaan dan pengawasan proyek dengan menggunakan jasa Konsultan Perencana dan Konsultan Pengawas. Sehingga, PPK dan Pejabat Pengadaan memiliki tanggung jawab terbatas dalam mengelola kontrak secara administratif.
Ketiadaan Aliran Dana atau Gratifikasi
Telah terfaktakan dalam persidangan, keterangan saksi-saksi dari pihak pelaksana proyek, konsultan pengawas, hingga Tim POKJA, dengan tegas menyatakan bahwa Prof. Fuad tidak pernah menerima dana, hadiah, atau gratifikasi dari pihak manapun.
Audit BPKP 2021 juga tidak menemukan bukti adanya keuntungan pribadi yang diterima terdakwa. TGR dengan nilai total Rp99 juta untuk 2 pekerjaan Rehabilitasi Pagar dan Pembangunan Gapura Kampus IV UIN Sumatera Utara TA. 2020, merupakan kelebihan bayar dan kelebihan volume pekerjaan, bukan kekurangan mutu dan kualitas pekerjaan. Itupun telah dilakukan pembayaran. Namun, dilakukan penghitungan ulang oleh KAP pada tahun 2024, tanpa mempertimbangkan penyusutan, dan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait sebagaimana diamanatkan dalam Pedoman SJI 5400.
- BACA JUGA : Kapolda Sumut Apresiasi Gabungan TNI-Polri Musnahkan Sarang Narkoba dan Tangkap Puluhan Pelaku
 - BACA JUGA : Apel Gelar Pasukan, Polres Purbalingga dan Stakeholder Siap Amankan Natal dan Tahun Baru
 - BACA JUGA : Ketua Dewan Pers Apresiasi Polri sebagai Lembaga Publik Informatif
 
Audit yang Diperdebatkan
Dalam persidangan, Kantor Hukum Agung Yuriandi & Rekan sebagai Tim Kuasa Hukum Prof. Fuad, berhasil membuktikan bahwa audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) memiliki banyak kekurangan.
Menurut Sudirman, SE, SH, MM, sebagai Ahli Akuntan & Audit Independen, yang telah melakukan audit terhadap Audit Investigatif KAP, telah memberikan keterangan ahli pada Kamis (21/11/2024) di Pengadilan Negeri Medan, bahwa menunjukkan audit tersebut tidak mempertimbangkan penyusutan aset dan tidak melibatkan klarifikasi dari pihak terkait, termasuk terdakwa sebagai PPK, sebagaimana diamanatkan dalam pedoman audit investigatif berdasarkan Standar Jasa Investigatif (SJI) 5400. Apalagi, pemeriksaan lapangan hanya dilakukan 2 jam.
Sementara itu, Audit BPKP Provinsi Perwakilan Sumatera Utara tahun 2021, yang lebih independen, butuh waktu 4 hari kerja, menunjukkan bahwa sebagian besar kerugian negara telah dipulihkan, dan dugaan kerugian bersifat administratif, bukan pidana.
Prinsip Ultimum Remedium yang Diabaikan
Para ahli mengingatkan bahwa kasus seperti ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme administratif terlebih dahulu, mengingat dugaan pelanggaran yang ditemukan lebih bersifat teknis-administratif.
Dr. Panca Sarjana Putra, SH, MH, juga menyampaikan bahwa prinsip ultimum remedium, menentukan hukum pidana menjadi jalan terakhir, seharusnya diterapkan untuk mencegah kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif.
Penegakan Hukum yang Adil
Agung Yuriandi, SH, MH, dan Rachmad Gunawan Lubis, SH, MH, selaku Penasihat Hukum Prof. Fuad menekankan bahwa penegakan hukum haruslah berlandaskan keadilan, dengan mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan ketiadaan bukti yang menunjukkan niat jahat atau keuntungan pribadi.
Pihaknya berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan semua fakta yang terungkap di persidangan dengan objektif.
“Harapan kami, terdakwa dapat dibebaskan dari segala dakwaan Penuntut Umum, atau setidak-tidaknya menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum,” tutur Agung Yuriandi, SH, MH, dalam keterangan pers, Jumat (20/12/2024).
Menurutnya, kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi Prof. Zainul Fuad, tetapi juga bagi integritas sistem hukum dalam menangani dugaan korupsi yang melibatkan pejabat publik.
“Dengan fakta-fakta yang telah diungkap, harapan akan keadilan semakin besar. Semua pihak, kini menantikan putusan yang tidak hanya memenuhi aspek legalitas, tetapi juga keadilan substantif,” pungkasnya.
(T77)
			



