Kupang, NTT – Mitrapolri.com
Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang, Marianus Humau kembali angkat bicara terkait perseteruan antara Pemerintah Provinsi NTT dengan warga Besipae, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Timor Tengah Selatan (TTS) atas lahan peternakan yang terjadi Kamis (20/10/2022) lalu.
Marianus atau akrab disapa Mone itu menilai tindakan yang dilakukan Pemprov NTT merupakan pelanggaran HAM berat dan menunjukkan arogansi kekuasaan pemerintah terhadap warganya sendiri.
Kepada Mitrapolri.com pihaknya mengatakan bahwa rumah warga yang dibangun Pemprov NTT tahun 2020 lalu kembali dibongkar dan digusur secara paksa.
Proses pembongkaran rumah warga dilakukan oleh anggota Satpol PP Provinsi NTT dan dipimpin langsung Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah NTT.
Ia menambahkan proses penggusuran paksa disertai kekerasan dan intimidasi ini jelas telah mengabaikan musyawarah yang tulus, pencarian solusi dan berbagai ketentuan terkait syarat-syarat perlindungan bagi warga terdampak pembangunan yang diatur dalam Komentar Umum Nomor 7 tentang Hak Atas Perumahan yang Layak (Pasal 11 Ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya).
Selain itu, resolusi Komisi HAM PBB Nomor 77 Tahun 1993 (Commission on Human Rights Resolution 1993/77) telah menegaskan bahwa, penggusuran paksa adalah “gross violation of human rights” atau pelanggaran HAM berat.
- BACA JUGA : Eksistensi Permaskku di Usia 7 Tahun Sebagai Mitra Kritis Pemkab Kupang
- BACA JUGA : Praktik Stase Komonitas dan Keluarga, Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Universitas HARAPAN BANGSA Selengarakan Expo Padamara 2022
- BACA JUGA : Patroli Blue Light Sat Lantas Polres Bangka Barat Dimalam Hari
“Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Oleh karena itu, upaya pembongkaran rumah secara paksa dan tindakan premanisme yang dilakukan oleh Pemprov NTT melalui Sat Pol PP dan Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah telah melanggar hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi, sosial dan budaya warga Negara,” jelasnya.
Tindakan tersebut kata Mone Humau, berpotensi membuat warga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian yang telah digantungkan di lahan tersebut selama puluhan tahun serta hilangnya kohesi sosial antar masyarakat di dalamnya.
“Oleh karena itu, PMKRI Kupang meminta Pemprov NTT harus menghentikan segala upaya pembongkaran dan penggusuran paksa sewenang-wenang dengan pengerahan massa dan pendekatan kekerasan dengan dalih apapun yang jelas-jelas melanggar hukum dan hak asasi manusia. Pemprov NTT harus bertanggungjawab atas penegakkan dan pemenuhan HAM masyarakat Besipae,” kata Mone Humau.
Dari informasi yang diterima, hingga saat ini Pemprov NTT tidak bisa membuktikan kepemilikan lahan di Besipae sehingga warga setempat menghalangi aksi penggusuran itu.
Namun Pemprov NTT melalui Badan Pendapatan dan Aset Daerah bersama Sat Pol PP Provinsi NTT yang dikawal ketat oleh aparat keamanan tetap melakukan penggusuran.
(MEYDI SIMON LEGIFANI)