Pelalawan, Riau – Mitrapolri.com |
Riuh sorak mewarnai Desa Banjar Panjang, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, saat PT Agrinas Palma Nusantara meresmikan penyerahan lahan seluas 681,01 hektar kepada KSO Kelompok Tani Kampar Jaya bersama eks petani mitra PT Sari Lembah Subur (SLS). Peristiwa ini diklaim sebagai momentum bersejarah. Namun di balik panggung peresmian, publik mencium aroma busuk permainan.
Fakta di lapangan justru mengungkap kejanggalan serius. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari aktivis agraria Ahmad Yanis, lahan murni milik eks PT SLS yang benar-benar disita Satgas hanya sekitar 30 hektar. Sementara sisanya lebih dari 650 hektar diduga merupakan lahan rakyat, termasuk kebun plasma KKPA dan bahkan pemukiman yang sudah eksis puluhan tahun.
“Jangan mau dibodohi. Kalau itu lahan KKPA, perusahaan wajib menerbitkan sertifikat masyarakat. Itu bukan hutan, bukan pula lahan SLS. Jadi pertanyaannya: kenapa tanah rakyat tiba-tiba dimasukkan ke dalam eks SLS 681 hektar?” tegas Yanis dengan nada geram.
- BACA JUGA : Mayor Imam Diduga Jual Sawit Ilegal, Rusak Nama Baik TNI dan PT Agrinas
- BACA JUGA : Ketua Elang 3 Hambalang Pebriyan Winaldi Kecam Pernyataan Eks BIN: Kalau Tahu, Laporkan! Jangan Sebar Isu Riau Merdeka
- BACA JUGA : Brigjen Pol Marzuki Ali Basyah Dilantik sebagai Kapolda Aceh
Lebih jauh, Yanis menuding adanya skenario tukar guling pasca-penyitaan. PT SLS diduga sengaja menggeser klaim lahan agar seolah-olah seluruh 681 hektar adalah miliknya, padahal sebagian besar milik rakyat. Ironisnya, Satgas yang seharusnya berdiri di pihak negara justru diduga ikut mengesahkan permainan ini dengan menyerahkan lahan ke Agrinas.
“Ini jelas ada permainan kotor. SLS berusaha lepas tangan, lalu masyarakat dijadikan tameng. Dan sekarang KSO dipaksa berhadapan langsung dengan rakyat karena titik-titik kerja mereka menabrak kebun rakyat bahkan pemukiman desa lama,” ungkapnya.
Kini pertanyaan besar menyeruak: apakah pemerintah berani membuka peta asli secara transparan? Ataukah publik kembali disuguhi drama klasik di mana rakyat dikorbankan, sementara oknum perusahaan dan aparat berwenang bersembunyi di balik jargon penertiban kawasan?
681 hektar yang digadang sebagai “kemenangan rakyat”, justru terancam menjadi babak baru konflik agraria di Pelalawan. Sebuah sejarah yang tercipta, tapi dengan noda penuh intrik.
(Red/tim)