Kampar, Riau – Mitrapolri.com |
Marak aktifitas tambang ilegal (Galian C) di wilayah Hukum Polres Kampar, tetapi hingga saat ini para pelaku merasa nyaman dan seolah-olah penambangan yang mereka lakukan merupakan hal yang tidak melanggar hukum dan berakibat terhadap kelangsungan hidup dan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Kegiatan ini jelas melanggar Pasal 158 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan sanksi pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal 10 miliar rupiah.
Tambang ilegal ini beroperasi di Dusun 4, Kampung Petas, Desa Teratak Buluh, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar setelah sebelumnya terpantau tutup. Sabtu (24/05/2025).
Informasi yang diterima Mitrapolri.com, pemilik tambang ilegal itu dikenal oleh masyarakat dengan nama ICAL.
Tambang tersebut beroperasi tepat di tepi sungai menggunakan alat berat jenis excavator dan pipa penyedotnya. Dari informasi warga setempat, ICAL membuka kembali pada Rabu (21/05/2025) lalu.
Sejumlah warga merasakan ketegangan dan ketidaknyamanan akibat aktivitas galian C ilegal yang dikenal milik Ical. Keberadaan tambang tersebut tidak hanya merusak lingkungan, seperti kebun sawit yang rusak, tetapi juga menimbulkan rasa takut di kalangan warga yang ingin mengungkapkan masalah ini kepada pihak berwenang.
- BACA JUGA : ICAL, Mafia Tambang Ilegal yang Kebal Hukum di Siak Hulu Kampar
- BACA JUGA : Menuju Swasembada Energi: Presiden Prabowo Resmikan Kilang Minyak Forel, Elang 3 Hambalang Apresiasi Langkah Bersejarah
- BACA JUGA : Kunker Ketua Elang 3 Hambalang Pebryan Winaldi ke Kapolres Kampar, Kolaborasi Wujudkan Program Asta Cita Presiden Prabowo
“Saya dan warga desa merasa takut dan enggan melakukan protes, karena Ical dikenal selalu memanfaatkan dukungan dari para ninik mamak untuk melakukan kegiatan penambangan ilegal di daerah kami. ICAL juga melibatkan perangkat desa, termasuk ketua rukun tetangga (RT)”, kata seorang warga yang tidak ingin identitasnya disebut kepada Mitrapolri.com.
ICAL berusaha mendapatkan dukungan dari warga dengan menawarkan kompensasi berupa uang dan sejumlah imbalan materi
“Dapat giliran satu bulan lebih dua minggu, dengan jatah setiap rumah yang dibagikan oleh ninik mamak. Untuk warga, biaya sebesar Rp. 23 ribu per mobil, sementara untuk ninik mamak tidak diketahui. Sedangkan untuk aparat, beberapa mobil masuk pada hari Minggu. Untuk yang punya tanah, Rp. 40 ribu per mobil”, jelasnya.
Dirinya juga menyampaikan ada dugaan oknum polisi yang menerima “upeti” dari pemilik tambang ilegal tersebut. Upeti tampaknya diberikan agar aktivitas ilegal ini berjalan mulus tanpa tersentuh hukum.
Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Polres Kampar dinilai belum mampu menindak tegas aktivitas ilegal ini. Kepolisian Polres Kampar seolah-olah ‘tutup mata’ terhadap pengaduan dan informasi yang disampaikan.
Hingga berita ini diterbitkan, Sabtu (24/05/2025), terpantau aktifitas tambang ilegal masih beraktifitas dan tampak terang-terangan tanpa ada rasa takut para pengelolanya terhadap Undang-undang pidana atas aktivitas ilegalnya.
(Red/tim)