Semarang, Jawa Tengah – Mitrapolri.com
Kaum perempuan dengan dalam meniti karier, tidak berarti dia harus mesti melupakan sebagai Ibu rumah tangga ada tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Namun, bagaimana jika ternyata seorang suami terlalu mandiri, yang bisa melakukan pekerjaan rumah dengan lebih baik ketimbang istrinya?
Dan Pertanyaan sebab itu mengemuka saat Talkshow “Semangat Kartini Mewujudkan Perempuan mampu Berdaya dan Keluarga Indonesia Bahagia”, yang diselenggarakan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Undip tersebut berlangsung di Aula Gedung Dekanat FISIP Undip, Jumat (10/6/2022) Elen dengan, salah satu peserta pun mengungkapkan pengalamannya, di mana penguasaan urusan domestik, lebih didominasi oleh sang suami.
Menanggapi seperti itu hal tersebut, Ketua TP PKK Jateng sekaligus Penasihat DWP Prov Jateng Atikoh Ganjar Pranowo, meminta Elen tak berkecil hati. Sebab dalam di rumah tangga, suami istri dengam memiliki plus minus yang saling melengkapinya.
“Dengan istilah ibarat tumbu ketemu tutup.nya Ketika suami expert di bidang memasak, setrika, kita bisa mengisi di bidang pengasuhan anak. Kita harus paham banget psikologis anak-anak sehingga dengan bisa memberi perhatian sepenuhnya pada anak-anak, Itu bagian keunggulan kita,” bebernya.
“Tak semestinya begitu. istri juga bisa saja memberikan perannya dengan menjadi pendengar, disaat suami butuh teman berkeluh kesah. Istri terbaik adalah pendengar yang bisa menyimpan keluh kesahnya sihsuami itu, tidak tanpa mengumbarnya di luar. sana Dengan begitu, selalu bisa menjadi tempat bersandarnya suami. Dengan adanya istri yang bisa menjaga kehormatan keluarga atau suami, melebihi peran-peran yang lain,” ungkap Atikoh.
Kendati begitu, imbuhnya, bilah bisa dengan melakukan pekerjaan domestik untuk keluarga, itu lebih baik. Atikoh menunjuk contoh hal sederhana yang bisa dilakukan, seperti membuatkan minuman teh hangat atau kopi hangat untuk suami, menyajikan makanan, dan sebagainya. Begitu pula dengan kesehariannya, dengan setinggi apa pun karier siistri,harus menempatkan seorang suami sebagai imam di dalam rumah tangga tersebut. Istri harus tau untuk tetap menghargai suaminya.
- BACA JUGA : Kapolres Simalungun Dampingi Kunker Tim Audit Kerja Irwasum Polri TA 2022 Dalam Rangka Aspek Pelaksanaan dan Pendalaman Empat Polres
- BACA JUGA : Polsek Jebus Ringkus Pelaku Pencurian dan Pengedar Sabu
- BACA JUGA : Siswa/Siswi TK Kemala Bayangkari 02 Sungailiat TA 2021/2022 Resmi Dilepas Secara Langsung oleh Kapolres Bangka
Atikoh tak menampik jika sebagai perempuan mesti berdaya, agar keluarganya tetap selalu bahagia. Sebab, dengan knowledge yang dimiliki, perempuan bisa berdaya. mengedukasi, mengingat ibu dan rumah menjadi madrasah pertama bagi anaknya. Di sisi yang lain, dengan perempuan berdaya, dapat menjadi support system yang positif untuk suaminya.
Lantas bagaimana bisa menyikapi seorang perempuan disebut berdaya? Menurut Atikoh, perempuan berdaya adalah dia yang bisa mengidentifikasi potensi diri, mengaktualisasikan, dan bisa bermanfaat untuk masyarakat.
“Jika perempuan berdaya, keluarga menjadi bahagia, dan untuk negara pun pasti akan lebih menjadi kuat, karena keluarga adalah entitas terkecil sebuah masyarakat,” ujarnya.
Pemerhati budaya yang juga dokter gigi, Grace W Susanto menambahkan, perempuan seharus berdaya, tapi saat bersama keluarga tetap harus kembali sebagai ibu pada fungsinya sebagai istri, dan ibu rumah tangga. Sehingga, dapat membawa kebahagiaan bagi keluarganya
“Seorang Perempuan boleh aktif berkegiatan di mana pun. Tetaapi saat anak ingin membutuhkan seorang ibu, harus selalu ada untuk anaknya. Berhentilah sejenak dari aktivitas untuk melayani keluarganya dulu. Jadi, selain melayani suami, juga anak. Sepertinya mudah, tapi tidak mudah karena butuh pengorbanan, dsn waktu, dan tenaga kita,” ungkapnya.
Grace menyampaikan, perempuan sejatinya diberi hati nurani yang halus. Jadi, dia menyarankan agar perempuan menjalankan perannya dengan hati, sehingga dapat menjalaninya tanpa beban. Perempuan dituntut bisa menetralkan kegundahan suami, agar keluarga lebih adem dan ayem.
Kadang kita harus mengalah.
“Tapi, mengalah bukan berarti kalah, tapi bisa membikin tenang,” tandasnya.
Sementara, Ketua DWP Undip Asih Budiastuti Yos Johan menyampaikan, saat ini perempuan sudah berdaya, sudah lebih bebas. Tapi, yang perlu diingat, jangan melampaui batas, dan terus menjunjung tinggi nilai kewanitaan.
(IRWANTO)