Pekanbaru, Riau – Mitrapolri.com |
Kelompok Tani Riau Jaya Makmur (RJM) membantah seluruh narasi pemberitaan yang menyinggung nama kelompok tani lain dalam sengketa lahan eks PT Ayau di Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Klarifikasi ini disampaikan langsung oleh Khairul Azwar, perwakilan RJM, yang menegaskan bahwa berita tersebut tidak benar, menyesatkan, dan cenderung memutarbalikkan fakta.
Menurut Khairul, saat ini lahan seluas 1.444,46 hektar eks PT Ayau telah resmi beralih pengelolaan kepada Kelompok Tani Riau Jaya Makmur. Proses tersebut dilakukan melalui skema kerja sama operasi (KSO) antara RJM dengan PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) yang mendapat legitimasi dari pemerintah. Melalui skema itu, petani lokal mendapat hak kelola disertai pendampingan teknis dari Agrinas.
Khairul menegaskan, keberadaan kelompok yang mengatasnamakan “Poktan Kepau Jaya” hanyalah akal-akalan pihak Ayau yang sebelumnya berafiliasi dengan Ayau dan kini mencoba melawan kebijakan pemerintah.
“Kami tegaskan, tidak ada yang dirampas. Justru pemerintah bersama Agrinas memberi ruang kepada petani lokal yang sah, yakni RJM. Narasi seolah ada perampasan aset, perusakan fasilitas, hingga tudingan fitnah adalah cerita sepihak yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, RJM bersama pemerintah berkomitmen menjaga lahan agar bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan tidak lagi menjadi sumber konflik. Klaim adanya lahan APL 102 hektar yang disebut dikuasai pihak tertentu juga dibantah. Menurut Khairul, seluruh lahan eks PT Ayau telah masuk dalam skema KSO dan dikelola secara resmi serta transparan.
- BACA JUGA : Lapor Pak Kapolri! Batu Bara Diduga Berasal dari Tambang Ilegal Masuk Jakarta, Kerugian Negara Miliaran
- BACA JUGA : Suara Persatuan dari Riau: Elang Tiga Hambalang Ajak Masyarakat Bersatu
- BACA JUGA : Kapolda Aceh Imbau Masyarakat Ciptakan Rasa Aman serta Tidak Mudah Terprovokasi
Ayau Diduga Melanggar Hukum
Khairul menyebut, justru PT Ayau yang selama ini patut diduga melanggar hukum. Pasalnya, perusahaan itu menanam kelapa sawit di kawasan hutan tanpa izin resmi dari pemerintah. Tindakan tersebut merupakan tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b jo Pasal 92 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Selain itu, apabila terbukti ada hasil perkebunan sawit dari kawasan hutan yang diperdagangkan dan dialirkan melalui transaksi keuangan, maka bisa dijerat dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
“Ini bukan sekadar konflik antar kelompok, melainkan potensi pelanggaran hukum serius yang bisa menjerat PT Ayau. Jadi, wajar bila pemerintah mengambil alih dan menyerahkan pengelolaan kepada petani lokal yang sah,” tegas Khairul.
Ia juga membantah adanya upaya membenturkan pekerja eks Ayau dengan aparat. Menurutnya, semua proses berjalan melalui mekanisme resmi, dengan pengawasan langsung dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan pemerintah. Ia memastikan tidak ada aksi penyerangan maupun perusakan sebagaimana diberitakan.
“Faktanya, lahan telah dikelola dengan baik, dan RJM tetap fokus pada kegiatan pertanian bersama Agrinas. Pihak Ayau jangan membalikkan fakta dan menebar fitnah. Mereka lah yang melanggar hukum,” pungkas Khairul.
(Red/tim)