Palembang, Sumsel – Mitrapolri.com
DR. H. Ahmad Yaniarsyah Hasan, SE., MM. salah satu terdakwa perkara dugaan korupsi PDPDE Sumsel, membantah semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung yang menuntut dirinya dengan tuntutan 18 tahun penjara, dalam sidang tuntutan yang digelar pada Rabu (25/5/2022) yang lalu.
Sidang diketuai oleh Majelis Hakim Yoserizal, S.H., M.H dihadiri juga oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejagung RI, sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang dengan agenda Nota Pembelaan (Pledoi) dari Kuasa Hukum terdakwa Ahmad Yaniarsyah. Jum’at (3/6/2022).
Dalam Pledoi nya pihak Penasehat Hukum terdakwa menyampaikan keterangan dalam nota pembelaan nya, saya pulang ke Palembang untuk membantu daerah saya, membantu BUMD (PDPDE Sumsel yang saat ini sedang dalam situasi yang kurang bahagia karena hanya memiliki asset Rp 62 Miliar.
“Proyek gas itu “Sedekah” kami kepada daerah Sumsel, PDPDE Sumsel, semua kita biayai, semua prasyaratan yang ditetapkan BP Migas (Sekarang SKK Migas) tak ada uang negara, sehingga tak ada kerugian negara, yang ada hanya keuntungan negara dan daerah saya, Sumatera Selatan,” ujar Ahmad Yaniarsyah, ketika membaca nota pembelaan (pledoi) pribadinya, di hadapan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Palembang.
Menurut Ahmad Yaniarsyah Hasan, fee marketing yang diterima olehnya dan kawan-kawan, semua telah diperjanjikan sebelumnya, itu merupakan kebijakan dari pemegang saham mayoritas dan diputuskan dalam RUPS.
“Saya diberikan fee marketing atas jasa mendapatkan konsumen pembeli gas yaitu PT. LPPPI yang merupakan awal terbentuknya bisnis ini, terkait Pemberian fee marketing ini juga merupakan penghargaan perusahaan karena saya selama 2 (dua) tahun lebih tidak mendapatkan gaji selama masa persiapan proyek dan sebelum perusahaan belum mendapatkan income,” tambahnya.
Ahmad Yaniarsyah Hasan menyesalkan kenapa Jaksa Penuntut Umum menyasar dirinya dalam perkara swasta yang telah menyumbang anggaran cukup besar bagi BUMD Sumsel, kali memang JPU berpendapat Joint Venture Agreement (JVA) sebagai dasar perjanjian jual beli gas tersebut tidak sah atau hasil dari perbuatan melawan hukum, kenapa bukan Said Agus Putra yang dijadikan terdakwa.
“Yang selalu menjadi pertanyaan saya, mengapa Saudara Said August Putra, orang yang menandatangani kedua JVA tersebut dan berstatus sebagai Direktur Utama PT DKLN pada saat itu, tidak diproses hukum layaknya proses hukum terhadap saya, padahal dalam persidangan terungkap, Said August Putra selain menandatangani kedua JVA tersebut juga menandatangani akta-akta lainnya selama dia menjabat Direktur Utama PT DKLN, Lalu mengapa saya yang dijadikan kambing hitam? Apakah karena memang hukum di negeri ini tebang pilih,” ucapnya.
Dalam pledoi pribadi setebal 20 halaman itu AYH menjelaskan, dirinya pulang ke Palembang ingin membantu daerah Sumatera Selatan, berdasarkan proses, dokumen, fakta persidangan AYH memohon kepada Majelis Hakim bahwa Perkara 18/Pid-Sus-TPK/2022/PN.Plg itu, untuk membebaskannya dari segala tuntutan.
- BACA JUGA : Jelang Pengumuman Kelulusan, Polsek Kutasari Imbau Siswa Tidak Merayakan Secara Berlebihan
- BACA JUGA : Vaksinasi On The Spot Polres Pangkalpinang, Buka Gerai di Kelurahan Taman Bunga dan Hotel Balitong Resort
- BACA JUGA : Malam Ini ‘Laga Sarat Gengsi’ Tersaji di Krueng Mane Football Stadium
“Mohon majelis membebaskan saya dari segala hukuman atau melepaskan saya dari segala tuntutan,” pintanya.
AYH selain mempercayai kepada kuasa hukumnya Ifdhal Kasim, S.H., LLM, Mahmuddin, S.H., M.H, Aristo Seda, S.H., M.H dan J. Kamal Farza, S.H., M.H, untuk menyampaikan pembelaan, dia sendiri mempersiapkan pledoi pribadi.
Melalui Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadinya, AYH banyak juga mengutip pendapat-pendapat Ahli hukum baik yang hadir sebagai ahli dalam perkaranya, juga ahli yang memberikan pendapat hukum, antara lain Prof Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H. M. Hum (Guru Besar Hukum Pidana UGM/Wakil Menteri Hukum dan HAM), Prof. Akhmad Syakhroza, S.E, MAFIS., CA, CRGP, Ph.D. (Guru Besar Corporate Governance dan Akuntansi UI), Dr. Mailinda Eka Yuniza, SH., LLM., (Ahli Hukum Administrasi Negara dan Hukum Energi /Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UGM), Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, SH., MH., Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara UI) dan Dr, Mudzakkir (Ahli Hukum Pidana UII Yogyakarta). Para ahli hukum ini telah memberikan pendapat/opini hukum dan keterangan sebagai Ahli dalam perkara ini, yang pokoknya perkara PDPDE Sumsel bukanlah perkara pidana dan tidak ditemukan adanya keuangan negara atau kerugian perkara.
“Semua ahli sudah berpendapat, bahwa dalam kasus ini bukan kasus pidana, dan tidak ada keuangan atau kerugian negara,” kata Ifdhal Kasim Penasihat Hukum AYH.
Menurut Ifdhal Kasim, pihaknya juga sudah menjelaskan kepada Majelis Hakim tentang semua hal mengenai kasus ini, baik fakta persidangan, Analisa terhadap fakta persidangan, Analisa yuridis maupun permohonan kami selaku penasihat hukum.
“Pada intinya, kami melihat, Pak Yaniarsyah itu korban salah sasaran, kalau masalahnya adalah soal fee, ada 9 aktor lain yang masih ada di luar sana yang harus ditangkap,” ujarnya.
Banyak sekali kejanggalan dalam perkara ini terungkap di persidangan, kata Ifdhal, oleh karena itu, pihaknya dalam naskah nota pembelaan setebal 281 hal itu, telah memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan AYH dari segala tuntutan hukum.
“Kasian klien kami, benar-benar tidak ada pasal pidana yang bias diberikan kepadanya, mereka pengusaha, investor, pakai uang sendiri membangun bisnis ini. Kita semua harus hati-hati, karena kasus ini bias menjadi preseden buruk yang menakutkan bagi pebisnis dan investor, ini akan berakibat buruk bagi daerah, dan bisnis di Indonesia,” imbuh Mantan Ketua Komnas HAM itu.
Sementara itu Advokat J. Kamal Farza, S.H., M.H mengatakan, kasus ini tantangan berat bagi Majelis Hakim, karena disatu sisi terdakwa beserta keluarganya meletakkan harapan kepada Majelis Hakim, disisi lain JPU menuntut maksimal perkara yang ga ditemukan unsur pidananya.
“Yang mulia sebagai benteng terakhir dari keadilan akan memutus perkara ini dengan seadil-adilnya,” ujar Kamal.
Kamal juga menambahkan mengutip Mantan Ketua Mahkamah Agung Bapak Dr. Harifin A. Tumpa, S.H., tidak sependapat jika pembebasan Terdakwa kasus korupsi dipermasalahkan. Jika memang tidak terbukti bersalah, seorang Terdakwa tidak bisa dihukum, kalau tidak terbukti boleh bebas.
“Keadilan tidak melulu dari Hakim yang memvonis Terdakwa, Hakim bahkan tidak berlaku adil jika memvonis Terdakwa yang tidak bersalah,” imbuhnya.
“Harapan kami ini menjadi kenyataan dan untuk itu kami mendoakan mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat dan kekuatan kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan diberi kejernihan hati serta kebeningan budi dalam memutus perkara ini,” ucap Kama.
(M. TAHAN)